Senin, 11 Oktober 2010

terjemahan batu bertulis

Batu Bersurat Kedukan Bukit. Bahasa yang terdapat pada Batu Bersurat Kedukan Bukit tersebut ditulis dengan menggunakan huruf Palava, iaitu sejenis tulisan India Selatan Purba bagi penyebaran agama Hindu. Setelah ditransliterasikan ke huruf rumi tulisan tersebut adalah seperti yang berikut ini (dengan sedikit pengubahsuaian susunan dan bentuk, seperti c dibaca sy):

Svasti cri
cakavarsatita 605 ekadaci
cuklapaksa vulan vaicakha daputa
hyang nayik di samvau mangalap
siddhayatra
di saptami cuklapaksa
vulan jyestha dapunta hyang marlapas
dari minana Tamvar (Kamvar)
mamava yang vala dua laksa
ko dua ratus cara di samvau
dangan jalan sarivu tlu ratus sapulu dua vanakna
datang di matada (nau) sukhacitta
di pancami cuklapaksa vulan asada
laghu mudita datang
marvuat vanua ... Crivijaya
jaya siddhayatra subhika ...

Daripada transliterasi ini jelas terlihat walaupun pernyataan yang ingin disampaikan itu berkenaan dengan Raja Sriwijaya yang menganuti fahaman Hindu tetapi pengaruh bahasa Melayu terhadap bahasa Sanskrit sudah demikian meluas.
Jika kita bandingkan bahasa Melayu Kuno di atas dengan bahasa Melayu kini, kita akan mendapati perubahan pembentukan bunyi dan perkataan seperti yang berikut ini:

vulan = bulan
nayik = naik
samvau = sampau = sampan (maksudnya perahu yang besar)
mangalap = mengambil (maksudnya mencari)
marlapas = berlepas
mamava = membawa
vala = bala = balatentera
laksa = (menyatakan jumlah yang tidak terkira banyaknya)
dangan = dengan
sarivu = seribu
tlu = telu = tiga
sapuluh dua = sepuluh dua = dua belas
vanakna = banyaknya
sukhacitta = sukacita
marvuat = berbuat
vanua = benua = negeri
ko = ke

Jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu isi Batu Bersurat Kedukan Bukit ini lebih kurang seperti yang berikut ini:

Selamat bahagia
pada tahun saka 605 hari kesebelas
dari bulan terang bulan waisaka daputa
baginda naik perahu mencari
rezeki
pada hari ketujuh bulan terang
bulan jyesta dapunta baginda berlepas
dari muara Kampar
membawa askar dua laksa
dua ratus orang di perahu
yang berjalan seribu tiga ratus dua belas banyaknya
datang di matada dengan suka cita
pada hari kelima bulan terang bulan asada
dengan lega datang
membuat negeri ... Seriwijaya

yang berjaya, yang bahagia, yang makmur

sumatra kuno

Sejarah Sumatera Barat Kuno

PDFCetakSurel

Ditulis oleh Buya Masoed Abidin Sabtu, 20 Februari 2010 09:44

http://www.pandaisikek.net/images/stories/rokstories/rumahgadang.jpgDalam setiap pembicaraan mengenai Sejarah Sumatra, kerajaan Sriwijaya dianggap sebagai bagian yang terpenting. Negara ini muncul di panggung Sejarah Asia Tenggara semenjak abad ke-7. Pada abad ke-13, kerajaan ini mulai mundur.

Satu persatu kerajaan-kerajaan yang pernah dikuasainya membebaskan diri dari pusat kekuasaan yang terletak di pantai timur Pulau Sumatera.

Kartanegara, seorang raja Singosari terakhir mengirim ekspedisi ke Sumatera pada tahun 1275 yang bernama Pamalayu. Ekspedisi ini berhasil menjalin hubungan politik dengan raja-raja yang terletak di pantai timur pulau Sumatera. Mereka ingin membebaskan diri dari pengaruh Sriwijaya, dan bersatu menghadapi agresi Khubilai Khan.

Pada abad ke-14 Adityawarman, seorang raja berdarah Melayu, menduduki takhta kerajaannya yang terletak di Minangkabau. Selama 40 tahun ia memerintah di daerah yang terletak di pantai barat Sumatera. Adityawarman berhasil meletakkan hubungan di bidang kebudayaan, agama dan politik dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Ia seorang raja yang paling banyak meninggalkan prasasti di Sumatera dan Jawa

Untuk mengenal sejarah Sumatera barat, perlu dipelajari sumber-sumber yang berasal dari runtuhan biaro-biaro, arca-arca dan prasasti-prasasti. Keterangan lain yang berasal dari naskah dan berita dalam dan luar negeri dapat memperjelas masa kekuasaan Adityawarman.

Keadaan Alam Sumatera Barat

Bukit Barisan merupakan rangkaian pergunungan yang menyelusuri pulau Sumatera, sambung menyambung sampai ke pantai barat. Daerahnya ditutupi gunung-gunung, danau-danau dan lembah. Kini menjadi propinsi Sumatera Barat. Batasnya ke utara dengan propinsi Sumatera Utara, ke barat dengan Samudra Hindia, ke timur dengan provinsi Riau dan Jambi, ke selatan dengan propinsi Bengkulu.

Penduduknya adalah suku bangsa Minangkabau yang mempergunakan sistem kemasyarakatan yang mengakui pewarisan melalui garis ibu. Tanah, ladang dan sawah menjadi milik dan diwarisi wanita. Perkawinan bersifat matrilokal, karena suami tinggal di rumah isterinya sesudah mereka kawin. Orang Minangkabau dikenal sebagai suku bangsa yang suka merantau.

Penduduk Negeri Sembilan di Malaysia berasal dari Minangkabau yang membawa adat istiadat dan sistem masyarakatnya ke ranatau.

Penduduk Minangkabau mempergunakan bahasa Melayu dialek Minangkabau dalam percakapan sehari-hari. Dialek ini dipakai juga di daerah sekitar Muara Takus di propinsi Riau. Penduduk lainnya di propinsi Riau mempergunakan bahasa Melayu yang diterima sebagai bahasa persatuan semenjak tahun 1928. Penduduk Minangkabau mempunyai mata pencaharian dari pertanian, perikanan, perdagangan, dan pengrajin membuat barang perhiasan, dan bertenun.

Peninggalan Purbakala

  1. 1. Temuan baru

Di desa Lubuk Layang, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman ditemukan sebuah arca tanpa kepala di tepi Sungai Sibinael. Arca ini sangat aus, namun mirip dengan arca penjaga candi yang terdapat di Padang Lawas, Tapanuli. Arca seperti ini biasa ditempatkan pada kaki sebuah candi . Tempat aslinya jauh di hulu sungai Sibinael. Menurut laporan lama disebutkan di daerah Pasaman banyak ditemukan runtuhan candi. Sekarang bekasnya sudah hilang, kecuali runtuhan biaro di Tanjung Medan, dekat Panti.

Beberapa ratus meter dari sungai Sibinael didapat sebuah prasasti atau batu bersurat. Prasasti ini muncul tiba-tiba ketika sebuah pohon besar terbakar pada bulan April 1965. Prasasti ini terdiridari dua sisi, A dan B, yang mempergunakan aksara Sumatera Kuno. Huruf-hurufnya agak berbeda dengan huruf yang dipakai pada prasasti Adityawarman dan berbeda pula dengan aksara Jawa Kuno.

Di Indrapura, Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan pula sebuah arca perunggu kepala Bodhisattwa. Arca ini sekarang disimpan di Museum Adityawarman di Padang. Pada mulanya terdapat bekas emas daun. Wajahnya mirip dengan wajah orang India. Tempat pembuatannya belum diketahui dengan pasti. Menurut perkiraan para ahli arca ini tidak berasal dari impor. Besar dugaan dibuat di Sumatera Barat, karena sampai sekarang ini di daerah ini terdapat pengrajin benda-benda dari kuningan di Banuhampu-Sungai Puar, Kabupaten Agam yang masih menggunakan teknik tuangan.

  1. 2. Temuan lama

Di Tanjung Medan, Kabupaten Pasaman terdapat bekas runtuhan sebuah biaro. Pada tahun 1865, peninggalan ini dilaporkan sebagai sebuah bangunan persegi berbentuk sebuah jarum yang patah. Para ahli menduganya sebuah bangunan stupa Budha. Di bawah lantai biaro ini terdapat sebuah sumur candi. Setelah dilakukan penggalian ditemukan beberapa benda yang mirip sebuah botol yang dilapis dengan emas dan perak. Lempeng emas ini berukuran 22,1 x 7 cm, dan bertulis dengan aksara Nagari yang berasal dari India Utara serta berhias lambang mistik wiswajra. Dari tulisan itu disebutkan nama dhyani budha. Semua benda itu disimpan di kamar emas Museum Nasional, Jakarta.

Di Buo pernah ditemukan sebuah arca dari perak yang disebut wajrasatwa. Tata rambutnya memperlihatkan bentuk aksobhya yang sedang duduk bersila. Ia duduk dalam sikap yang mencerminkan sebagai dewa yang disebut wajrasana. Tangan kanannya merapat di pinggangnya, sedangkan tangan kiri memegang sebuah genta.

Di depan kediaman Bupati Tanah Datar, di Batu Sangkar, ada sebuah arca wanita yang terletak di tanah. Dadanya yang berlobang menunjukkan sebuah arca pancoran. Di dekatnya terdapat sebuah arca tanpa kepala yang ditemukan Raffles pada tahun 1818. Setelah diteliti para ahli purbakala terdapat tanda-tanda yang menunjukkan ciri-ciri sebuah arca Bodisatwa.

Di daerah Batang Hari hulu, di kabupaten Sawah Lunto Sijunjung ditemukan dua buaharca yang sekarang berada di Museum Nasional, Jakarta. Arca ini ditemukan di Rambahan dan merupakan kumpulan arca yang disebut arca mandala. Menurut ajaran Budha, arca ini disebut Amogapasa. Yang sebuah lagi adalah patung bairawa yang ditemukan di Sungai Langsek. Para ahli sependapat bahwa arca itu merupakan arca perujudan Adityawarman. Pada lapik arca amogapasa terdapat tulisan yang menyebutkan peristiwa penting tentang pengiriman arca ini oleh Maharaja Kertanegara dari Bhumi Jawa ke Suarna Bhumi. Patung ini merupakan hadiah dari Sri Wispakumara untuk ditempatkan di Darmasraya. Semua penduduk bhumi Melayu pimpinan raja Sri Maharaja Tribuana Mauliawarmadewa bergembira ria menyambut rombongan ini yang berlangsung padatahun 1286.

Di balik patung ini tertera pula sebuah tulisan yang lebih muda umurnya yang dibuat atas printah raja Adityawarman pada tahun 1347. Isinya mengandung berita mengenai pemugaran sebuah patung di dalam tembok baja pada sebuah kuil Budha yang ditasbihkan Darmasekara. Tulisan ini memuat pujian untuk raja Udayatyawarman yang memakai nama keturunan Mauliwarmadewa. Pujian diberikan juga untuk Patih, dewa tuhan.

Pada waktu itu Adityawarman mendirikan sebuah arca bhairawa yang merupakan perujudan dirinya sendiri. Ia menyebut dirinya tuan Amogapasa yang mengandung arti "seindah matahari terbit", yang sama dengan namanya sendiri.

Upacara ini dianggap peresmian Adityawarman sebagai raja untuk seluruh pulau Sumatra, Suarnadwipa, dan ia bergelar Maharajadiraja. Ia menganggap dirinya sebagai pelindung persatuan dan menentang perpecahan dalam kerajaannya.

Di antara pusaka kerajaan Pagaruyung yang masih disimpan pewarisnya, ada sebilah keris berukir yang menggambarkan bairawa yang bermahkota tinggi. Tangan kanannya memegang sebilah pisau dan tangan kanannya memegang sebuah mangkok tengkorak. Ia berdiri di atas bantalan bunga teratai. Gambaran lain adalah seorang bairawati dengan rambut terurai dan penutup aurat berbentuk bulan sabit. Bairawati ini memegang juga sebilah pisau dan sebuah mangkok tengkorak sambil berdiri di atas bantalan teratai. Para ahli sependapat bahwa kedua tokoh ini adalah Adityawarman bersama dengan isterinya.

Parasasti-prasasti

Prasasti Adityawarman banyak sekali jumlahnya, ada kira-kira 30 buah. Beberapa buah di antaranya yang berhasil dibaca Branders dan Kern pada tahun 1917. Baru-baru ini de Casparis, seorang epigraf (ahli tulisan kuno) dari negeri belanda mencoba membaca ulang prasasti-prasasti ini.

Yang akan kita bicarakan selanjutnya adalah prasasti-prasasti:

  1. Pagaruyung 1

Prasasti ini menyebutkan Adityawarman mendirikan sebuah biaro di Suardwipa. Ia disebut mustika, perhiasan keluarga Darmaja. Adityawarman melakukan upacara yang dipimpin seorang pendeta yang bernama Darmadwaja. Terdapat kata-kata Melayu Kuno yang berbunyi: tiada maling, samun dan jangan berbuat binasa.

  1. Kuburajo

Ayahanda Adityawarman bernama Adwayawarman. Adityawarman dibanding dengan pohon hayat, kalpataru. Ia menyebut dirinya sebagai penguasa Pulau Emas dan berasal dari keluarga kulisadara.

Daerah sekeliling Kuburajo ini terletak lebih rendah dari situs prasasti ini yang menandakan daerah ini pernah dipergunakan sebagai benteng atau salah satu istana Adityawarman. Masih ada beberapa prasasti lainnya yang berada di bawah cungkup terbuka, di antaranya bergambar pancar matahari atau teratai, lambang agama Budha.

  1. Pagaruyung II

Prasasti ini terletak di pekarangan kantor Bupati di batu sangkar, yang terdiri dari dua sisi yang sama artinya. Disebutkan nama seorang putra Adityawarman yang bernama Anaggawarman. Adityawarman melakukan upacara hewajra sebagai seorang penganut agama Budha aliran Kalacakra.

  1. Suruaso

Prasasti ini dibaca Kern pada tahun 1917 yang kemudian ditafsirkan Moens pada atahun 1924. Prasasti ini tertulis pada sebuah batu andesit berbentuk persegi. Adityawarman melaksanakan upacara yang disebut ksetrajna atau moksa pada sebuah pesantren. Adityawarman ditasbihkan sebagai seorang bairawa dalam menyiapkan dirinya untuk melepaskan ikatan duniawi menuju moksa meninggalkan dunia.

  1. Banda Bapahek

Kira-kira satu km dari Suruaso terdapat sebuah pengairan menembus sebuah bukit dipahat. Jaraknya hanya dua meter dari tepi Batang Selo. Saluran ini dibangun atas perintah Adityawarman untuk mengairi sawah-sawah di lembah Suruaso. Di kiri kanan saluran ini ada prasasti yang memakai aksara yang biasa dipakai Adityawarman dan sebuah lagi memakai aksara Nagari. Isinya menyebutkan kata Surawasawan yang masih melekat dengan nama Suruaso dan ada puka kata Grama Sri Surawasawan yang mempunyai arti pengauasa Suruaso.

  1. Kubu Sutan

Prasasti ini beradadi Kubu Sutan, desa Lubuk Lyang, Kabupaten pasaman yang terdiri dari dua muka. Sisi A sudah sangat aus. Dalam prasasti in terdapat kata yausuta Jayendrawarma, yang berarti putra mahkota Jayendrawarma. Muka B menyebut nama Bijayawarma.

`Prasasti ini dibuat sewaktu mendirikan sebuah tempat pemujaan arwah nenek moyang di Sri Indrakilaperwata puri. Puri merupakan tempat keramat, tempat memuja dan bersemadi di Gunung raja (Indrakila). Prasasti ini dibuat oleh seorang raja muda di wilayah kerajaan Adityawarman. Ia adalah seorang raja kerabatnya berdarah Jawa, sama halnya dengan Adityawarman, putra Dara Jingga dari Melayu dengan bangsawan Mojopahit. Raja Muda ini ditempatkan di Lubuk Lyang untuk menjaga perbatasan terhadap gangguan atau serangan kerajaan Pannai yang terletak di Tapanuli Selatan, sekitar daerah Padang Lawas, pada abad ke-14

Agama

Selat Malaka semenjak dahulu merupakan lalu lintas duia yang sekali gus menjadi jalan kebudayaan dalam perkembanagan sejarah Indonesia. Daerah-daerah yang trletak di urat nadi lalu lintas itu men dapat kontak kebudayaan asing. Yang mula-mula mempengaruhi peradaban Indonesia adalah peradaban Hindu-Budha. Beberapa abad kemudian pedagang muslim memperkenalkan agama Islam.

Adityawarman adalah seorang penganut agama Budha aliran Kalacakra seperti halnya Kertanegara. Daam prasasti Pagaruyung II putranya bernama Ananggawarman menyamakan pula dirinya dengan hewajra, tokoh dewa dalam agama Budha Mahayana di Tibet. Hewajra mempunyai sifat mengerikan seperti berdiri di atas sosok jenazah. Upacara hewajra dilakukan untuk mentasbihkan seorang pertapa pada tingkat terakhir. Penganut ajaran ini memuja dirinya sendiri dalam ujud dewa itu.

Praasti Pagaruyung II menyebutkan Ananggawarman menjadi pertapa dan melakukan suatu upacara untuk menggantikan ayahnya sebagai raja. Ada petunjuk lain mengataakan pada waktu itu di Minangkabau sedang berkembang agama Budha bercorak tantris seperti aliran kalacakra dan wajrayana. Petunjuk tentang hal tersebut terdapat dalam kepingan emas bergambar wiswajra berdaun delapan yang ditemukan di tanjung Medan. Dalam gambar itu terdapat sebuah tlisan Nagari, India Utara, berbunyi, hum aksobhya phat, di ratnasambhawa… phat. Kata-kaat ini adalah nama Budha Dhyani penjaga abarat dan penjaga timur. Sebelum terpotong, gambar ini merupakan sebuah mandala dengan aksobhya di pusatnya. Menurut para ahli, prasasti ini berasal dari abad ke-12.

Kata phat diucapkan dalam setiap upacara Budha di Tibet. Dalam buku Yoga ditulis antara alain:

"Kemudian sambil mengakhiri dengan ucapan yang keras, phat, guru dibyangkan dalam relung hati, ia menjelma dalam dharmadatu di alam takberujud, kemudian menjelma dalam wajradara."

Agama Budha yang bercorak tantrayana sudah ada di Sriwijaya semenjak abad ke-7 yang tercantum dalam prasasti Talang Tuo, Palembang, pada baris terakhir (tahun 686). Atisa, seorang tokoh pembaru agama Budha Mahayana di Tibet, pernah belajar di Sriwijaya di daerah yang disebut Malayagiri, gunung Melayu, selama 12 tahun pada abad ke-11. Tantarisme di Indonesia dianggap berasal dari Benggala, India Selatan. Biksu Indonesia selalu mengunjungi Nalanda yang disebut dalam prasasti Balaputra, seorang raja Suarnadwipa. Atas perintah Balaputra dibuat sebuah biaro di daerah kerajaan pala pada atahun 860 dan mendirikan asrama untuk warganya yang berziarah ke sana guna mengumpulkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Arus musafir lain dari Sumatra menunjukkan adanya hubungan yang teratur antara kedua negeri ini. Hubungan baik ini berlangsung sampai abad ke-11.

Pengaruh agama Budha bercorak Tibet masuk ke Indoensia melalui Cina. Setelah Khubilai Khan melakukan upacara hewajra, ia mengangkat gurunya yang bernama Pagap'a menjadi raja Tibet. Kemudian Khubilai Khan membangun beberapa buah biara di Tibet dan Peking. Biksu Indonesia yang pernah mengunjungi Peking dalam misi perdagangan selama berjumpa dengan biksu-biksu Tibet atau Cina. Mereka kemudian menganut agama Budha aliran Tibet ini. Kertanegara yang pernah bermusuhan dengan Khubilai Khan memperoleh pengetahuan tentang agama Budha aliran kalacakra, setelah ia memerintahkan duta Cina sampai cacat.

Adityawarman pernah dua kali dikirim menjadi duta Mojopahit ke Peking. Di kota ini, ia berjumpa dengan biksu-biksu dari Tibet. Kemudian menganut aliran ini yang terlihat dari arcanya sebagai bairawa. Aliran ini sangat disenangi di Minangkabau karena sesuai dengan alam pikiran mereka.

Pada tahun 1281, Khubilai Khan menerima dua orang duta yang beragama Islam dari Melayu. Mereka bekerjasama dengan raja-raja di Sumatera untuk kemajuan perdagangan walaupun mereka menganut agama Budha. Pelabuhan Pasei di Aceh, kerapkali disinggahi kapal-kapal yang membawa biksu dari Tibet atau Peking. Sudah sejak lama adanya kerukunan beragama di kalangan raja-raja di Indonesia.

Hubungan antara Sumatera dengan Jawa

Peranan Adityawarman harus dilihat dari segi hubungan antara kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa.. Kerajaan Sriwijaya pernah menguasai jalur jalan perdagangan tradisional melalui Selat Malaka dari Cina dan dunia barat. Kerajaan ini mulai muncul pada abad ke-7. Pulau Bangka dijadikan ajang dalam perjuangan mendirikan titik tumpu kuasa untu menguasai lalu lintas pelayaran. Prasasti Kota Kapur dipahatkan ketika balatentara Sriwijaya melawan Bhumi Jawa yang tiada bakti kepada Sriwijaya. Semenjak itulah timbul persaingan untuk memperoleh monopoli perdagangan di Selat malaka. Terjadi pergulatan antara keduanya. Bhumi Jawa yang dimaksud ialah JawaBarat yang menjadi daerah penting sejak zaman neolitik. Nama Sunda baru muncul pada abad ke-9 dan sampai tahun 667 masih ada utusan dagang dari Taruma Negara ke Cina. Pulau bangka merupakan tempat yang strategis sebagai basis bagi penguasa yang ingin menguasai Jawa Barat dan Sumatera Selatan.

Antara Sailendra di Jawa dengan Sriwijaya kemudian terjadi persaingan misi dagang ke negeri Cina. Misi dagang Sriwijaya tiba di Cina pada tahun 742. Selama satu abad kemudian tidak pernah ada misi dagang yang datang dari Sriwijaya. Hanya dari Jawa. Cina menyebut She p'o untuk Jawa dan Holing atau Kalinga, dua daerah pada dinasti Sailendra di Jawa Tengah (780 -850). Utusan Sriwijaya dan Jawa tidak pernah datang bersamaan. Raja-raja Sriwijaya merasa tidak perlu mengirim utusan ke Cina pada saat kerajaan kuat dan makmur. Pada masa itu raja-raja Sailendra yang beragama Budha Mahayana membangun candi-candi yang indah di Jawa Tengah seperti Borobudur, Mendut, Pawon, Sari, Sewu, Palaosan, Ngawen, dan beberapa candi lainnya.

Semenjak abad ke-9, dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu mendirikan sebuah lingga. Prasasti Gunung Wukir tahun 732 berasal dari dinasti ini. Sarjana lain berpendapat bahwa raja-raja bergama Hindu, maupun Budha, berasal dari cabang keluarga keturunan Dapunta Hiyang yang meninggalkan prasasti Selomerto, Pekalongan, di Jawa Tengah. Prasasti ini mempergunakan bahasa Melayu Kuno sebagaimana prasasti Sriwijaya, pangeran Sailendra yang bernama Balaputra meninggalkan Jawa pada pertengahan abad ke-9 dan menjadi raja di Suarnadwipa. Ia menjadi raja Sriwijaya. Pangeran Sailendra yang bernama Dewapaladewa, raja Benggala, memerintahkan kepada lima desa di negerinya agar memberi makanan dan perawatan untuk biksu yang tinggal dalam biara yang dibangun. Raja Balaputra yang disebut juga cucu Raja Bhumi Jawa, putra Tara yang suaminya bernama Samaragwira.

Raja Jawa Bhumi, Samaragwira, disebut juga Samarattungga, berhasdil ditemukan dalam prasasti Sailendra di Jawa Tengah oleh de Casparis. Balaputra belum menyebut dirinya raja Sriwijaya. Tetapi terdapat kesan pada waktu itu ia menguasai Sumatera. Balaputra tinggal di Jambi karena pada tahun 853 dan 871 ada dua orang utusan dari Jambi ke Cina. Jambi dieja Cina "Chan-pei". Apakah Balaputra berkedudukan di Jambi sebagai raja Suarnadwipa?

Pada tahun 1017, seorang pangeran Bali datang ke Jawa. Ia, putra Mahendrata dari Bali, dan kawin dengan putri Darmawangsa pada tahun 1041. Pada tahun 990, Dharmawangsa mengirim sepasukan tentaranya untuk menduduki Sriwijaya selama dua tahun. Secara kebetulan duta Sriwijaya yang sedang berada di Cina, tidak dapat pulang. Ibu kota Sriwijaya diduduki tentara Jawa. Beberapa duta Jawa yang kembali dari Cina membenarkan adanya permusuhan yang terjadi atara Jawa dengan Sriwijaya. Kraton Darmawangsa dihancurkan raja Wurawari dari Luaram pada saat pesta perkawinan sedang berlangsung. Darmawangsa dan kaum bangsawan banyak yang gugur. Airlangga dan beberapa orang pengikutnya dapat meloloskan dirinya ke hutan dan bersembunyi sampai ia merasa kuat untuk menghadapi musuhnya. Semenjal 1019, ia menjadi raja. Wurawari adalah raja yang mendapat dukungan Sriwijaya yang ingin membalas atas kejadian tahun 990 -992.

Pada abad ke-11, banyak terjadi pergolakan politik di Nusantara. Pada tahun 1011, raja Cola menyerang kerajaan Sriwijaya walaupun tidak berhasil menguasainya. Nama putri Sanggrama Prasadottunggadewi mirip dengan nama Sanggrama-wijayottunggawarman.

Penyeranan yang dilakukan raja Cola disebabkan sifat agresif armada Sriwijaya. Kapal-kapal Cola tidak leluasa berlayar di Selat Malaka. Sriwijaya dianggap menghalangi pelayaran mereka. Armada Cola menyerang semua bandar penting Sriwijaya di Sumatera, Semenanjung sampai ke Nikobar. Dalam daftar nama-nama orang asing yang menjadi pendududuk kerajaan Airlangga terdapat nama-nama orang yang berasal dari India Selatan, Orissa dan Kamboja. Mereka datang melalui jalur lalu lintas Selat Malaka yang dikuasai Sriwijaya pada saat Sriwijaya sudah berdamai dengan raja Jawa.

Pada tahun 1275, Kertanegara, raja Singosari mengirim ekspedisi ke Sumatera dan sampai di Bumi Melayu. Ekspedisi ini bermaksud mengadakan hubungan daerah yang menjadi bagian kerajan Sriwijaya. Kertanegara mengirim arca Amoghapasa ke Darmasraya di hlu Batang Hari, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung pada tahun 1286. Pada saat itu diletakkan hubungan perkawinan antara keluarga raja Singosari denga keluarga Malayu.

Tentara Singosari kembali ke Jawa di bawah komando Kebo Anabrang bertolak dari Batang hari Hulu pada tahun 1275. Mereka tiba di jawa ketika Kertanegara mati terbunuh pada saat melakukan upacara tantrayana. Kratonnya diserang tentara Kediri dipimpin Jayakatwang. Kebo Anabrang membawa dua orang putri Malayu, dara Petak dan Dara Jingga. Dara Jingga menjadi permaisuri Raja Mojopahit pertama. Putranya, Jayanegara, menjadi raja Mojopahit menggantikan ayanya, Raden Wijaya. Dara Jingga kawin dengan seorang bangsawan kraton Mojpahit dan menjadi ibunda raja Malayu, Sri Marmadewa atau Aji Martolot.

Adityawarman dididik di kraton Mojopahit dan menduduki jabatan tinggi, ketua kerabat raja, Werdamentri. Ia dikirim ke Cina sebagai duta dua kali pada tahun 1325 dan 1332. Ia memerintahkan memugar Candi Jago. Inskripsi Adityawarman pada sebuah arca Manjusri ditemukan di halaman candi itu. Di sana ia menyebut dirinya sebagai orang yang dilahirkan dari kelurga Rajapatni. Pada saat berusia 50 tahun, ia menjadi ketua kerabat kraton.

Setelah kerajaan Sriwijaya mulai lemah akibat keretakan dari Pamalayu, Jawa berpengaruh di Sumatera. Melihat gelagat agresif Khubilai Khan, Mojopahit berusaha memperkuat kedudukannnya di Sumatera dengan mengirim Adityawarman. Pada tahun 1347, ia berada di Batang Hari Hulu, di Darmasraya, sambil meninggalkan sebuah prasasti dan arca bairawa. Ia menyebut dirinya Maharajadiraja dalam suatu upacara penobatannya pada tahun 1347.

Adityawarman menjadi Tuan Negeri Kanakamedinindra atau RajaSuarnadwipa, nama untuk seluruh Sumatera.enganggap telah menguasai kembali seluruh daerah Sriwijaya. Daerah Minangkabau dipilihnya sebagai wilayah kekuasannya karena daerah ini sangat strategis dapat menguasai jalur perdagangan emas, kapur barus, kemenyan, dan beberapa hasil bumi yang diekspor melalui bandar-bandar di pantai barat Sumatera. Adityawarman dapat pula menguasai perdagangan ke pantai timur melalui sungai Kampar dan sungai Batang Hari. Ia sengaja menguasai daerah Minangkabau untuk menjaga agar raja-raja di daerah ini betrsatu menghadapi persaingan dengan Cina. Singosari menganaggap daerah Minangkabau sebagai daerah yang [paling baik untuk mencegat ambisi imperialisme dari luar. Semua jalan darat, Selat Malaka, maupun Samudra Hindia, dapat diawasi terus menerus.

Jambi

Jambi merupakan daerah melayu Kuno yang pernah dikunjungi It sing pada abad ke-7. Ketika ia pertama akali singgah di ibu kota Sriwijaya dalam perjalanannya ke India. Pada tahun 775, ia kembali ke India dan menyatakan Melayu sudah menjadi Sriwijaya. Pernyataan It sing ini menimbulkan banyak penafsiran. Melayu sudah besar dan menjadi kerajaan Sriwijaya, atau Melayu menjadi mandala Sriwijaya? Atau, masih ada penafsiran lainnya? Di Karang Berahi, di Jambi Hilir, ditemukan sebuah batu bersurat yang isinya sama dengan prasasti Kota Kapur dan Bangka. Kedua menyebutkan tentang tentara Sriwijaya melakukan serangan ke Bumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya.

Pada abad ke9, Jambi mengirim utusan dagang ke negeri Cina. Jambi menjadi tempat kedudukan Balaputra sesudah ia pindah dari jawa pada tahun 858. Di Solok Sipin, Jambi,ditemukan sisa kepurbakalaan berupa sebuah arca Budha dan beberapa arca Budhis lainnya. Satu di antaranya berangka tahun 1002 dan tertulis nama pemahatnya Dharmawira. Makara itu berasal dari sebuah kuil besar.

Atisa belajar selama 12 tahun di bawah asuhan Darmakirti, seorang uskup agung di Suarnadwipa, di Sriwijayanegara, di Malayagiri antara tahun 1011 dan 1023. Jambi menjadi pusat agama Budha yang penting selama abad ke-11 penulis Arab menyebut nama Zabag dan Swarndib sebagai bandar penting du jambi. Di Muara Batang Hari adasebuah tempat yang disebut Muara Sabak

Minangkabau

Daerah Minangkabau merupakan kawasan yang ramai dilintasi dari Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, dan Jambi. Mobil dari Palembang, Pekanbaru, Jambi, dan Medan harus melintasi daerah ini. Sama keadaannya pada masa Adityawarman. Dengan menguasai semua jalur lalu lintas perdagangan darat di Sumatera, Adityawarman menguasai perdagangan emas, kemenyan, damar, dan hasil bumi lainnya yang dianggap penting masa itu.

Pada hakekatnya, pantai barat Sumatera semenjak lama dikunjungi kapal-kapal asing. Pelabuhan Barus yang disebut dalam buku Periplous yang ditulis Ptolomeus pada tahun 70 M. Pada abad ke-4, Onesecritus yang berada di India di bawah pimpinan Iskandar Zulkarnaini berjumpa dengan perahu-perahu niaga yang berasal dari pantai barat Sumatera. Duta Rachias pada pertengan abad pertama menghadap kraton Kaisar Cladius si Konstantinopel, juga berasal dari pantai barat Sumatera.

Gibriel Ferrand yang menyelidiki kepustakaan Arab, India, Indonesia dan Cina, berkesimpulan bahwa semenjak abad kedua masehi, orang-orang yang berasal dari pantai barat Sumatera telah mengunjungi Madagaskar di Afrika dan menjadikannya tempat tinggal tetap yang berlangsung sampai abad kesepuluh. Pada abad kedua, Pilinius menyebut Maleus sebagai sebuah nama sebuah gunung yang lokasinya di pantai barat Sumatera, sekitar khatulistiwa. Di Lobu Tua, sekitar Barus, ada sebuah prasasti dalam bahasa Tamil yang menyebutkankelompok pedaganag yang berjumlah 1500. Melihat keadannya, Barus sekarang terletak lebih ke utara dari Barus Purba. Penulis Arab seperti Maududi, menyebutnya Fansur, nama sebuah bandar di pantai barat Sumatera.

Kerajaan Pannai

Armada Cola menyerang kerajaan Pannai setelah menyerang Sriwijaya yang umumnya dianggap terletak di pantai timur Sumatera. Semua sarjana sepakat mengakui Padang Lawas di Tapanuli Selatan adalah bagian atau pusat kerajaan Pannai. Padang Lawas lebih dekat ke pantai timur, tetapi jalan-jalan yang menuju ke pantai barat lebih dekat dan banyak.

Sungai yang berasal dari Pannai, sungai Barumun, bermuara di pantai timur. Sibolga lebih dekat letaknya dari Padang Lawas, adalah sebuah bandar kuno. Nama Sibolga, mirip dengan Sriboga atau Sri Boja. Armada Cola berlayar dalam kelompok yang terpisah-pisah menyerang bandar Sriwijaya di Samudra Hindia. Pada abad ke-16, Tome Pieres dalam bukunya menyebutkan perdagangan ramai terjadi antara Barus, Tiku dan daerah Minangkabau.

Masa Terakhir Adityawarman

Adityawarman bertakhta di Minangkabau antara tahun 1347sampai tahum 1347. Dalam tahu terakhir hidupnya, ia mendapat saingan dan bersengketa dengan tetangganya, raja Darmasraya, dekat Siguntur, di hulu Batang hari. Sebelumnya, daerah ini termasuk wilayah kekuasaannya.

Dinasti Sung dan dinasti Ming dari Cina menyebut nama Sriwijaya dengan San fo tsi. Dinasti Yuan tidak pernah memakai nama itu, tetapi menyebut Malayu yang pernah mengirim dua orang utusan yang beragama Islam ke Cina, Sulayman dan Syamsuddin.

Dinasti Ming, yang berkuasa sesudah dinasti Yuan jatuh, mengatakan pada tahun 1368 ada tiga orang raja yang berkuasa di Sumatera, yaitu Maharaja Palembang. Darmasraya dan Sang Adityawarman. Pada tahun 1347, ada sebuah misi yang berangkat ke Cina disusul kemudian oleh misi yang dikirim oleh Adityawarman setahun kemudian.

Pada tahun 1377, Maharaja Darmasraya digantikan putranya. Dalam naskah disebutkan:

"Pada tahun1377,raja yang bernama Manacawuli, putra San fo tsi, mengirim duta memberi tahukan ayahnya meninggal dunia. Ia meminta kaizar Cina agar memberi segel yang merupakan lambang pengakuan bahwa ia menaiki takhta kerajaan. Kaizar Han-wu dari dinasti Ming mengirim seorang duta ke Tembesi membawa sebuah segel untuk ahli waris Manacawuli atau Sri Maharaja Mauliwarmadewa. Ketika dalam perjalanan laut, rombongan ini dicegat dan ditahan tentara Jawa."

Sriwijaya merasa terpukul karena membantu raja Darmasraya yang terletak di hulu Jambi. Adityawarman menganggap tindakan kerabatnya di Darmasraya sebagai pengkhianatan. Pertama, memberontak, dan kedua, meminta bantuan Cina untuk mengakuinya sebagai pewaris kerajaan Sriwijaya yang dianggap sudah lenyap.

Jambi lepas dari kekuasaan Adityawarman yang berarti kehilangan jalan ke pantai timur, meskipun masih dapat melalui daerah Riau. Kerajaannya telah terpisah dua Minangkabau dan Darmasraya-Jambi.

Pada tahun 1377, Adityawarman sudah tua sekali berumur lebih 80 tahun. Ia dilahirkan sekitar tahun 1294. Pada saat itulah ia melakukan upacara pembebasan diri menurut ajaran Budha di Suruaso. Putranya, Ananggawarman, dinobatkannya dalam satu upacara hewajra, dalam mempersiapkan diri menjadi Maharajadiraja, pengganti ayahnya Adityawarman. Malah ia berusaha mempersatukan kembali kedua kerajaannya yang terpisah Minangkabau dan Darmasraya. Upacara hewajra disebut dalam prasasti Pagaruyung II. Masa kekuasaannya telah berlalu setelah terjadi peristiwa dengan utusan Cina. Orang Cina menyebut daerah Jambi dengan Ku Kang yang berarti Muara lama.

Adityawarman, seorang raja besar terakhir yang berkuasa di Sumatera bagian tengah, suatu daerah yang selama berabad-abad menjadi wilayah kekuasaan Melayu, saingan terberat bagi kerajaan Sriwijaya. Sinar Islam mulai muncul di Sumatera.

(Terjemahan: H. Sjafnir Aboe Nain)

sumatra kuno

Sejarah Sumatera Barat Kuno

PDFCetakSurel

Ditulis oleh Buya Masoed Abidin Sabtu, 20 Februari 2010 09:44

http://www.pandaisikek.net/images/stories/rokstories/rumahgadang.jpgDalam setiap pembicaraan mengenai Sejarah Sumatra, kerajaan Sriwijaya dianggap sebagai bagian yang terpenting. Negara ini muncul di panggung Sejarah Asia Tenggara semenjak abad ke-7. Pada abad ke-13, kerajaan ini mulai mundur.

Satu persatu kerajaan-kerajaan yang pernah dikuasainya membebaskan diri dari pusat kekuasaan yang terletak di pantai timur Pulau Sumatera.

Kartanegara, seorang raja Singosari terakhir mengirim ekspedisi ke Sumatera pada tahun 1275 yang bernama Pamalayu. Ekspedisi ini berhasil menjalin hubungan politik dengan raja-raja yang terletak di pantai timur pulau Sumatera. Mereka ingin membebaskan diri dari pengaruh Sriwijaya, dan bersatu menghadapi agresi Khubilai Khan.

Pada abad ke-14 Adityawarman, seorang raja berdarah Melayu, menduduki takhta kerajaannya yang terletak di Minangkabau. Selama 40 tahun ia memerintah di daerah yang terletak di pantai barat Sumatera. Adityawarman berhasil meletakkan hubungan di bidang kebudayaan, agama dan politik dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Ia seorang raja yang paling banyak meninggalkan prasasti di Sumatera dan Jawa

Untuk mengenal sejarah Sumatera barat, perlu dipelajari sumber-sumber yang berasal dari runtuhan biaro-biaro, arca-arca dan prasasti-prasasti. Keterangan lain yang berasal dari naskah dan berita dalam dan luar negeri dapat memperjelas masa kekuasaan Adityawarman.

Keadaan Alam Sumatera Barat

Bukit Barisan merupakan rangkaian pergunungan yang menyelusuri pulau Sumatera, sambung menyambung sampai ke pantai barat. Daerahnya ditutupi gunung-gunung, danau-danau dan lembah. Kini menjadi propinsi Sumatera Barat. Batasnya ke utara dengan propinsi Sumatera Utara, ke barat dengan Samudra Hindia, ke timur dengan provinsi Riau dan Jambi, ke selatan dengan propinsi Bengkulu.

Penduduknya adalah suku bangsa Minangkabau yang mempergunakan sistem kemasyarakatan yang mengakui pewarisan melalui garis ibu. Tanah, ladang dan sawah menjadi milik dan diwarisi wanita. Perkawinan bersifat matrilokal, karena suami tinggal di rumah isterinya sesudah mereka kawin. Orang Minangkabau dikenal sebagai suku bangsa yang suka merantau.

Penduduk Negeri Sembilan di Malaysia berasal dari Minangkabau yang membawa adat istiadat dan sistem masyarakatnya ke ranatau.

Penduduk Minangkabau mempergunakan bahasa Melayu dialek Minangkabau dalam percakapan sehari-hari. Dialek ini dipakai juga di daerah sekitar Muara Takus di propinsi Riau. Penduduk lainnya di propinsi Riau mempergunakan bahasa Melayu yang diterima sebagai bahasa persatuan semenjak tahun 1928. Penduduk Minangkabau mempunyai mata pencaharian dari pertanian, perikanan, perdagangan, dan pengrajin membuat barang perhiasan, dan bertenun.

Peninggalan Purbakala

  1. 1. Temuan baru

Di desa Lubuk Layang, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman ditemukan sebuah arca tanpa kepala di tepi Sungai Sibinael. Arca ini sangat aus, namun mirip dengan arca penjaga candi yang terdapat di Padang Lawas, Tapanuli. Arca seperti ini biasa ditempatkan pada kaki sebuah candi . Tempat aslinya jauh di hulu sungai Sibinael. Menurut laporan lama disebutkan di daerah Pasaman banyak ditemukan runtuhan candi. Sekarang bekasnya sudah hilang, kecuali runtuhan biaro di Tanjung Medan, dekat Panti.

Beberapa ratus meter dari sungai Sibinael didapat sebuah prasasti atau batu bersurat. Prasasti ini muncul tiba-tiba ketika sebuah pohon besar terbakar pada bulan April 1965. Prasasti ini terdiridari dua sisi, A dan B, yang mempergunakan aksara Sumatera Kuno. Huruf-hurufnya agak berbeda dengan huruf yang dipakai pada prasasti Adityawarman dan berbeda pula dengan aksara Jawa Kuno.

Di Indrapura, Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan pula sebuah arca perunggu kepala Bodhisattwa. Arca ini sekarang disimpan di Museum Adityawarman di Padang. Pada mulanya terdapat bekas emas daun. Wajahnya mirip dengan wajah orang India. Tempat pembuatannya belum diketahui dengan pasti. Menurut perkiraan para ahli arca ini tidak berasal dari impor. Besar dugaan dibuat di Sumatera Barat, karena sampai sekarang ini di daerah ini terdapat pengrajin benda-benda dari kuningan di Banuhampu-Sungai Puar, Kabupaten Agam yang masih menggunakan teknik tuangan.

  1. 2. Temuan lama

Di Tanjung Medan, Kabupaten Pasaman terdapat bekas runtuhan sebuah biaro. Pada tahun 1865, peninggalan ini dilaporkan sebagai sebuah bangunan persegi berbentuk sebuah jarum yang patah. Para ahli menduganya sebuah bangunan stupa Budha. Di bawah lantai biaro ini terdapat sebuah sumur candi. Setelah dilakukan penggalian ditemukan beberapa benda yang mirip sebuah botol yang dilapis dengan emas dan perak. Lempeng emas ini berukuran 22,1 x 7 cm, dan bertulis dengan aksara Nagari yang berasal dari India Utara serta berhias lambang mistik wiswajra. Dari tulisan itu disebutkan nama dhyani budha. Semua benda itu disimpan di kamar emas Museum Nasional, Jakarta.

Di Buo pernah ditemukan sebuah arca dari perak yang disebut wajrasatwa. Tata rambutnya memperlihatkan bentuk aksobhya yang sedang duduk bersila. Ia duduk dalam sikap yang mencerminkan sebagai dewa yang disebut wajrasana. Tangan kanannya merapat di pinggangnya, sedangkan tangan kiri memegang sebuah genta.

Di depan kediaman Bupati Tanah Datar, di Batu Sangkar, ada sebuah arca wanita yang terletak di tanah. Dadanya yang berlobang menunjukkan sebuah arca pancoran. Di dekatnya terdapat sebuah arca tanpa kepala yang ditemukan Raffles pada tahun 1818. Setelah diteliti para ahli purbakala terdapat tanda-tanda yang menunjukkan ciri-ciri sebuah arca Bodisatwa.

Di daerah Batang Hari hulu, di kabupaten Sawah Lunto Sijunjung ditemukan dua buaharca yang sekarang berada di Museum Nasional, Jakarta. Arca ini ditemukan di Rambahan dan merupakan kumpulan arca yang disebut arca mandala. Menurut ajaran Budha, arca ini disebut Amogapasa. Yang sebuah lagi adalah patung bairawa yang ditemukan di Sungai Langsek. Para ahli sependapat bahwa arca itu merupakan arca perujudan Adityawarman. Pada lapik arca amogapasa terdapat tulisan yang menyebutkan peristiwa penting tentang pengiriman arca ini oleh Maharaja Kertanegara dari Bhumi Jawa ke Suarna Bhumi. Patung ini merupakan hadiah dari Sri Wispakumara untuk ditempatkan di Darmasraya. Semua penduduk bhumi Melayu pimpinan raja Sri Maharaja Tribuana Mauliawarmadewa bergembira ria menyambut rombongan ini yang berlangsung padatahun 1286.

Di balik patung ini tertera pula sebuah tulisan yang lebih muda umurnya yang dibuat atas printah raja Adityawarman pada tahun 1347. Isinya mengandung berita mengenai pemugaran sebuah patung di dalam tembok baja pada sebuah kuil Budha yang ditasbihkan Darmasekara. Tulisan ini memuat pujian untuk raja Udayatyawarman yang memakai nama keturunan Mauliwarmadewa. Pujian diberikan juga untuk Patih, dewa tuhan.

Pada waktu itu Adityawarman mendirikan sebuah arca bhairawa yang merupakan perujudan dirinya sendiri. Ia menyebut dirinya tuan Amogapasa yang mengandung arti "seindah matahari terbit", yang sama dengan namanya sendiri.

Upacara ini dianggap peresmian Adityawarman sebagai raja untuk seluruh pulau Sumatra, Suarnadwipa, dan ia bergelar Maharajadiraja. Ia menganggap dirinya sebagai pelindung persatuan dan menentang perpecahan dalam kerajaannya.

Di antara pusaka kerajaan Pagaruyung yang masih disimpan pewarisnya, ada sebilah keris berukir yang menggambarkan bairawa yang bermahkota tinggi. Tangan kanannya memegang sebilah pisau dan tangan kanannya memegang sebuah mangkok tengkorak. Ia berdiri di atas bantalan bunga teratai. Gambaran lain adalah seorang bairawati dengan rambut terurai dan penutup aurat berbentuk bulan sabit. Bairawati ini memegang juga sebilah pisau dan sebuah mangkok tengkorak sambil berdiri di atas bantalan teratai. Para ahli sependapat bahwa kedua tokoh ini adalah Adityawarman bersama dengan isterinya.

Parasasti-prasasti

Prasasti Adityawarman banyak sekali jumlahnya, ada kira-kira 30 buah. Beberapa buah di antaranya yang berhasil dibaca Branders dan Kern pada tahun 1917. Baru-baru ini de Casparis, seorang epigraf (ahli tulisan kuno) dari negeri belanda mencoba membaca ulang prasasti-prasasti ini.

Yang akan kita bicarakan selanjutnya adalah prasasti-prasasti:

  1. Pagaruyung 1

Prasasti ini menyebutkan Adityawarman mendirikan sebuah biaro di Suardwipa. Ia disebut mustika, perhiasan keluarga Darmaja. Adityawarman melakukan upacara yang dipimpin seorang pendeta yang bernama Darmadwaja. Terdapat kata-kata Melayu Kuno yang berbunyi: tiada maling, samun dan jangan berbuat binasa.

  1. Kuburajo

Ayahanda Adityawarman bernama Adwayawarman. Adityawarman dibanding dengan pohon hayat, kalpataru. Ia menyebut dirinya sebagai penguasa Pulau Emas dan berasal dari keluarga kulisadara.

Daerah sekeliling Kuburajo ini terletak lebih rendah dari situs prasasti ini yang menandakan daerah ini pernah dipergunakan sebagai benteng atau salah satu istana Adityawarman. Masih ada beberapa prasasti lainnya yang berada di bawah cungkup terbuka, di antaranya bergambar pancar matahari atau teratai, lambang agama Budha.

  1. Pagaruyung II

Prasasti ini terletak di pekarangan kantor Bupati di batu sangkar, yang terdiri dari dua sisi yang sama artinya. Disebutkan nama seorang putra Adityawarman yang bernama Anaggawarman. Adityawarman melakukan upacara hewajra sebagai seorang penganut agama Budha aliran Kalacakra.

  1. Suruaso

Prasasti ini dibaca Kern pada tahun 1917 yang kemudian ditafsirkan Moens pada atahun 1924. Prasasti ini tertulis pada sebuah batu andesit berbentuk persegi. Adityawarman melaksanakan upacara yang disebut ksetrajna atau moksa pada sebuah pesantren. Adityawarman ditasbihkan sebagai seorang bairawa dalam menyiapkan dirinya untuk melepaskan ikatan duniawi menuju moksa meninggalkan dunia.

  1. Banda Bapahek

Kira-kira satu km dari Suruaso terdapat sebuah pengairan menembus sebuah bukit dipahat. Jaraknya hanya dua meter dari tepi Batang Selo. Saluran ini dibangun atas perintah Adityawarman untuk mengairi sawah-sawah di lembah Suruaso. Di kiri kanan saluran ini ada prasasti yang memakai aksara yang biasa dipakai Adityawarman dan sebuah lagi memakai aksara Nagari. Isinya menyebutkan kata Surawasawan yang masih melekat dengan nama Suruaso dan ada puka kata Grama Sri Surawasawan yang mempunyai arti pengauasa Suruaso.

  1. Kubu Sutan

Prasasti ini beradadi Kubu Sutan, desa Lubuk Lyang, Kabupaten pasaman yang terdiri dari dua muka. Sisi A sudah sangat aus. Dalam prasasti in terdapat kata yausuta Jayendrawarma, yang berarti putra mahkota Jayendrawarma. Muka B menyebut nama Bijayawarma.

`Prasasti ini dibuat sewaktu mendirikan sebuah tempat pemujaan arwah nenek moyang di Sri Indrakilaperwata puri. Puri merupakan tempat keramat, tempat memuja dan bersemadi di Gunung raja (Indrakila). Prasasti ini dibuat oleh seorang raja muda di wilayah kerajaan Adityawarman. Ia adalah seorang raja kerabatnya berdarah Jawa, sama halnya dengan Adityawarman, putra Dara Jingga dari Melayu dengan bangsawan Mojopahit. Raja Muda ini ditempatkan di Lubuk Lyang untuk menjaga perbatasan terhadap gangguan atau serangan kerajaan Pannai yang terletak di Tapanuli Selatan, sekitar daerah Padang Lawas, pada abad ke-14

Agama

Selat Malaka semenjak dahulu merupakan lalu lintas duia yang sekali gus menjadi jalan kebudayaan dalam perkembanagan sejarah Indonesia. Daerah-daerah yang trletak di urat nadi lalu lintas itu men dapat kontak kebudayaan asing. Yang mula-mula mempengaruhi peradaban Indonesia adalah peradaban Hindu-Budha. Beberapa abad kemudian pedagang muslim memperkenalkan agama Islam.

Adityawarman adalah seorang penganut agama Budha aliran Kalacakra seperti halnya Kertanegara. Daam prasasti Pagaruyung II putranya bernama Ananggawarman menyamakan pula dirinya dengan hewajra, tokoh dewa dalam agama Budha Mahayana di Tibet. Hewajra mempunyai sifat mengerikan seperti berdiri di atas sosok jenazah. Upacara hewajra dilakukan untuk mentasbihkan seorang pertapa pada tingkat terakhir. Penganut ajaran ini memuja dirinya sendiri dalam ujud dewa itu.

Praasti Pagaruyung II menyebutkan Ananggawarman menjadi pertapa dan melakukan suatu upacara untuk menggantikan ayahnya sebagai raja. Ada petunjuk lain mengataakan pada waktu itu di Minangkabau sedang berkembang agama Budha bercorak tantris seperti aliran kalacakra dan wajrayana. Petunjuk tentang hal tersebut terdapat dalam kepingan emas bergambar wiswajra berdaun delapan yang ditemukan di tanjung Medan. Dalam gambar itu terdapat sebuah tlisan Nagari, India Utara, berbunyi, hum aksobhya phat, di ratnasambhawa… phat. Kata-kaat ini adalah nama Budha Dhyani penjaga abarat dan penjaga timur. Sebelum terpotong, gambar ini merupakan sebuah mandala dengan aksobhya di pusatnya. Menurut para ahli, prasasti ini berasal dari abad ke-12.

Kata phat diucapkan dalam setiap upacara Budha di Tibet. Dalam buku Yoga ditulis antara alain:

"Kemudian sambil mengakhiri dengan ucapan yang keras, phat, guru dibyangkan dalam relung hati, ia menjelma dalam dharmadatu di alam takberujud, kemudian menjelma dalam wajradara."

Agama Budha yang bercorak tantrayana sudah ada di Sriwijaya semenjak abad ke-7 yang tercantum dalam prasasti Talang Tuo, Palembang, pada baris terakhir (tahun 686). Atisa, seorang tokoh pembaru agama Budha Mahayana di Tibet, pernah belajar di Sriwijaya di daerah yang disebut Malayagiri, gunung Melayu, selama 12 tahun pada abad ke-11. Tantarisme di Indonesia dianggap berasal dari Benggala, India Selatan. Biksu Indonesia selalu mengunjungi Nalanda yang disebut dalam prasasti Balaputra, seorang raja Suarnadwipa. Atas perintah Balaputra dibuat sebuah biaro di daerah kerajaan pala pada atahun 860 dan mendirikan asrama untuk warganya yang berziarah ke sana guna mengumpulkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Arus musafir lain dari Sumatra menunjukkan adanya hubungan yang teratur antara kedua negeri ini. Hubungan baik ini berlangsung sampai abad ke-11.

Pengaruh agama Budha bercorak Tibet masuk ke Indoensia melalui Cina. Setelah Khubilai Khan melakukan upacara hewajra, ia mengangkat gurunya yang bernama Pagap'a menjadi raja Tibet. Kemudian Khubilai Khan membangun beberapa buah biara di Tibet dan Peking. Biksu Indonesia yang pernah mengunjungi Peking dalam misi perdagangan selama berjumpa dengan biksu-biksu Tibet atau Cina. Mereka kemudian menganut agama Budha aliran Tibet ini. Kertanegara yang pernah bermusuhan dengan Khubilai Khan memperoleh pengetahuan tentang agama Budha aliran kalacakra, setelah ia memerintahkan duta Cina sampai cacat.

Adityawarman pernah dua kali dikirim menjadi duta Mojopahit ke Peking. Di kota ini, ia berjumpa dengan biksu-biksu dari Tibet. Kemudian menganut aliran ini yang terlihat dari arcanya sebagai bairawa. Aliran ini sangat disenangi di Minangkabau karena sesuai dengan alam pikiran mereka.

Pada tahun 1281, Khubilai Khan menerima dua orang duta yang beragama Islam dari Melayu. Mereka bekerjasama dengan raja-raja di Sumatera untuk kemajuan perdagangan walaupun mereka menganut agama Budha. Pelabuhan Pasei di Aceh, kerapkali disinggahi kapal-kapal yang membawa biksu dari Tibet atau Peking. Sudah sejak lama adanya kerukunan beragama di kalangan raja-raja di Indonesia.

Hubungan antara Sumatera dengan Jawa

Peranan Adityawarman harus dilihat dari segi hubungan antara kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa.. Kerajaan Sriwijaya pernah menguasai jalur jalan perdagangan tradisional melalui Selat Malaka dari Cina dan dunia barat. Kerajaan ini mulai muncul pada abad ke-7. Pulau Bangka dijadikan ajang dalam perjuangan mendirikan titik tumpu kuasa untu menguasai lalu lintas pelayaran. Prasasti Kota Kapur dipahatkan ketika balatentara Sriwijaya melawan Bhumi Jawa yang tiada bakti kepada Sriwijaya. Semenjak itulah timbul persaingan untuk memperoleh monopoli perdagangan di Selat malaka. Terjadi pergulatan antara keduanya. Bhumi Jawa yang dimaksud ialah JawaBarat yang menjadi daerah penting sejak zaman neolitik. Nama Sunda baru muncul pada abad ke-9 dan sampai tahun 667 masih ada utusan dagang dari Taruma Negara ke Cina. Pulau bangka merupakan tempat yang strategis sebagai basis bagi penguasa yang ingin menguasai Jawa Barat dan Sumatera Selatan.

Antara Sailendra di Jawa dengan Sriwijaya kemudian terjadi persaingan misi dagang ke negeri Cina. Misi dagang Sriwijaya tiba di Cina pada tahun 742. Selama satu abad kemudian tidak pernah ada misi dagang yang datang dari Sriwijaya. Hanya dari Jawa. Cina menyebut She p'o untuk Jawa dan Holing atau Kalinga, dua daerah pada dinasti Sailendra di Jawa Tengah (780 -850). Utusan Sriwijaya dan Jawa tidak pernah datang bersamaan. Raja-raja Sriwijaya merasa tidak perlu mengirim utusan ke Cina pada saat kerajaan kuat dan makmur. Pada masa itu raja-raja Sailendra yang beragama Budha Mahayana membangun candi-candi yang indah di Jawa Tengah seperti Borobudur, Mendut, Pawon, Sari, Sewu, Palaosan, Ngawen, dan beberapa candi lainnya.

Semenjak abad ke-9, dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu mendirikan sebuah lingga. Prasasti Gunung Wukir tahun 732 berasal dari dinasti ini. Sarjana lain berpendapat bahwa raja-raja bergama Hindu, maupun Budha, berasal dari cabang keluarga keturunan Dapunta Hiyang yang meninggalkan prasasti Selomerto, Pekalongan, di Jawa Tengah. Prasasti ini mempergunakan bahasa Melayu Kuno sebagaimana prasasti Sriwijaya, pangeran Sailendra yang bernama Balaputra meninggalkan Jawa pada pertengahan abad ke-9 dan menjadi raja di Suarnadwipa. Ia menjadi raja Sriwijaya. Pangeran Sailendra yang bernama Dewapaladewa, raja Benggala, memerintahkan kepada lima desa di negerinya agar memberi makanan dan perawatan untuk biksu yang tinggal dalam biara yang dibangun. Raja Balaputra yang disebut juga cucu Raja Bhumi Jawa, putra Tara yang suaminya bernama Samaragwira.

Raja Jawa Bhumi, Samaragwira, disebut juga Samarattungga, berhasdil ditemukan dalam prasasti Sailendra di Jawa Tengah oleh de Casparis. Balaputra belum menyebut dirinya raja Sriwijaya. Tetapi terdapat kesan pada waktu itu ia menguasai Sumatera. Balaputra tinggal di Jambi karena pada tahun 853 dan 871 ada dua orang utusan dari Jambi ke Cina. Jambi dieja Cina "Chan-pei". Apakah Balaputra berkedudukan di Jambi sebagai raja Suarnadwipa?

Pada tahun 1017, seorang pangeran Bali datang ke Jawa. Ia, putra Mahendrata dari Bali, dan kawin dengan putri Darmawangsa pada tahun 1041. Pada tahun 990, Dharmawangsa mengirim sepasukan tentaranya untuk menduduki Sriwijaya selama dua tahun. Secara kebetulan duta Sriwijaya yang sedang berada di Cina, tidak dapat pulang. Ibu kota Sriwijaya diduduki tentara Jawa. Beberapa duta Jawa yang kembali dari Cina membenarkan adanya permusuhan yang terjadi atara Jawa dengan Sriwijaya. Kraton Darmawangsa dihancurkan raja Wurawari dari Luaram pada saat pesta perkawinan sedang berlangsung. Darmawangsa dan kaum bangsawan banyak yang gugur. Airlangga dan beberapa orang pengikutnya dapat meloloskan dirinya ke hutan dan bersembunyi sampai ia merasa kuat untuk menghadapi musuhnya. Semenjal 1019, ia menjadi raja. Wurawari adalah raja yang mendapat dukungan Sriwijaya yang ingin membalas atas kejadian tahun 990 -992.

Pada abad ke-11, banyak terjadi pergolakan politik di Nusantara. Pada tahun 1011, raja Cola menyerang kerajaan Sriwijaya walaupun tidak berhasil menguasainya. Nama putri Sanggrama Prasadottunggadewi mirip dengan nama Sanggrama-wijayottunggawarman.

Penyeranan yang dilakukan raja Cola disebabkan sifat agresif armada Sriwijaya. Kapal-kapal Cola tidak leluasa berlayar di Selat Malaka. Sriwijaya dianggap menghalangi pelayaran mereka. Armada Cola menyerang semua bandar penting Sriwijaya di Sumatera, Semenanjung sampai ke Nikobar. Dalam daftar nama-nama orang asing yang menjadi pendududuk kerajaan Airlangga terdapat nama-nama orang yang berasal dari India Selatan, Orissa dan Kamboja. Mereka datang melalui jalur lalu lintas Selat Malaka yang dikuasai Sriwijaya pada saat Sriwijaya sudah berdamai dengan raja Jawa.

Pada tahun 1275, Kertanegara, raja Singosari mengirim ekspedisi ke Sumatera dan sampai di Bumi Melayu. Ekspedisi ini bermaksud mengadakan hubungan daerah yang menjadi bagian kerajan Sriwijaya. Kertanegara mengirim arca Amoghapasa ke Darmasraya di hlu Batang Hari, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung pada tahun 1286. Pada saat itu diletakkan hubungan perkawinan antara keluarga raja Singosari denga keluarga Malayu.

Tentara Singosari kembali ke Jawa di bawah komando Kebo Anabrang bertolak dari Batang hari Hulu pada tahun 1275. Mereka tiba di jawa ketika Kertanegara mati terbunuh pada saat melakukan upacara tantrayana. Kratonnya diserang tentara Kediri dipimpin Jayakatwang. Kebo Anabrang membawa dua orang putri Malayu, dara Petak dan Dara Jingga. Dara Jingga menjadi permaisuri Raja Mojopahit pertama. Putranya, Jayanegara, menjadi raja Mojopahit menggantikan ayanya, Raden Wijaya. Dara Jingga kawin dengan seorang bangsawan kraton Mojpahit dan menjadi ibunda raja Malayu, Sri Marmadewa atau Aji Martolot.

Adityawarman dididik di kraton Mojopahit dan menduduki jabatan tinggi, ketua kerabat raja, Werdamentri. Ia dikirim ke Cina sebagai duta dua kali pada tahun 1325 dan 1332. Ia memerintahkan memugar Candi Jago. Inskripsi Adityawarman pada sebuah arca Manjusri ditemukan di halaman candi itu. Di sana ia menyebut dirinya sebagai orang yang dilahirkan dari kelurga Rajapatni. Pada saat berusia 50 tahun, ia menjadi ketua kerabat kraton.

Setelah kerajaan Sriwijaya mulai lemah akibat keretakan dari Pamalayu, Jawa berpengaruh di Sumatera. Melihat gelagat agresif Khubilai Khan, Mojopahit berusaha memperkuat kedudukannnya di Sumatera dengan mengirim Adityawarman. Pada tahun 1347, ia berada di Batang Hari Hulu, di Darmasraya, sambil meninggalkan sebuah prasasti dan arca bairawa. Ia menyebut dirinya Maharajadiraja dalam suatu upacara penobatannya pada tahun 1347.

Adityawarman menjadi Tuan Negeri Kanakamedinindra atau RajaSuarnadwipa, nama untuk seluruh Sumatera.enganggap telah menguasai kembali seluruh daerah Sriwijaya. Daerah Minangkabau dipilihnya sebagai wilayah kekuasannya karena daerah ini sangat strategis dapat menguasai jalur perdagangan emas, kapur barus, kemenyan, dan beberapa hasil bumi yang diekspor melalui bandar-bandar di pantai barat Sumatera. Adityawarman dapat pula menguasai perdagangan ke pantai timur melalui sungai Kampar dan sungai Batang Hari. Ia sengaja menguasai daerah Minangkabau untuk menjaga agar raja-raja di daerah ini betrsatu menghadapi persaingan dengan Cina. Singosari menganaggap daerah Minangkabau sebagai daerah yang [paling baik untuk mencegat ambisi imperialisme dari luar. Semua jalan darat, Selat Malaka, maupun Samudra Hindia, dapat diawasi terus menerus.

Jambi

Jambi merupakan daerah melayu Kuno yang pernah dikunjungi It sing pada abad ke-7. Ketika ia pertama akali singgah di ibu kota Sriwijaya dalam perjalanannya ke India. Pada tahun 775, ia kembali ke India dan menyatakan Melayu sudah menjadi Sriwijaya. Pernyataan It sing ini menimbulkan banyak penafsiran. Melayu sudah besar dan menjadi kerajaan Sriwijaya, atau Melayu menjadi mandala Sriwijaya? Atau, masih ada penafsiran lainnya? Di Karang Berahi, di Jambi Hilir, ditemukan sebuah batu bersurat yang isinya sama dengan prasasti Kota Kapur dan Bangka. Kedua menyebutkan tentang tentara Sriwijaya melakukan serangan ke Bumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya.

Pada abad ke9, Jambi mengirim utusan dagang ke negeri Cina. Jambi menjadi tempat kedudukan Balaputra sesudah ia pindah dari jawa pada tahun 858. Di Solok Sipin, Jambi,ditemukan sisa kepurbakalaan berupa sebuah arca Budha dan beberapa arca Budhis lainnya. Satu di antaranya berangka tahun 1002 dan tertulis nama pemahatnya Dharmawira. Makara itu berasal dari sebuah kuil besar.

Atisa belajar selama 12 tahun di bawah asuhan Darmakirti, seorang uskup agung di Suarnadwipa, di Sriwijayanegara, di Malayagiri antara tahun 1011 dan 1023. Jambi menjadi pusat agama Budha yang penting selama abad ke-11 penulis Arab menyebut nama Zabag dan Swarndib sebagai bandar penting du jambi. Di Muara Batang Hari adasebuah tempat yang disebut Muara Sabak

Minangkabau

Daerah Minangkabau merupakan kawasan yang ramai dilintasi dari Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, dan Jambi. Mobil dari Palembang, Pekanbaru, Jambi, dan Medan harus melintasi daerah ini. Sama keadaannya pada masa Adityawarman. Dengan menguasai semua jalur lalu lintas perdagangan darat di Sumatera, Adityawarman menguasai perdagangan emas, kemenyan, damar, dan hasil bumi lainnya yang dianggap penting masa itu.

Pada hakekatnya, pantai barat Sumatera semenjak lama dikunjungi kapal-kapal asing. Pelabuhan Barus yang disebut dalam buku Periplous yang ditulis Ptolomeus pada tahun 70 M. Pada abad ke-4, Onesecritus yang berada di India di bawah pimpinan Iskandar Zulkarnaini berjumpa dengan perahu-perahu niaga yang berasal dari pantai barat Sumatera. Duta Rachias pada pertengan abad pertama menghadap kraton Kaisar Cladius si Konstantinopel, juga berasal dari pantai barat Sumatera.

Gibriel Ferrand yang menyelidiki kepustakaan Arab, India, Indonesia dan Cina, berkesimpulan bahwa semenjak abad kedua masehi, orang-orang yang berasal dari pantai barat Sumatera telah mengunjungi Madagaskar di Afrika dan menjadikannya tempat tinggal tetap yang berlangsung sampai abad kesepuluh. Pada abad kedua, Pilinius menyebut Maleus sebagai sebuah nama sebuah gunung yang lokasinya di pantai barat Sumatera, sekitar khatulistiwa. Di Lobu Tua, sekitar Barus, ada sebuah prasasti dalam bahasa Tamil yang menyebutkankelompok pedaganag yang berjumlah 1500. Melihat keadannya, Barus sekarang terletak lebih ke utara dari Barus Purba. Penulis Arab seperti Maududi, menyebutnya Fansur, nama sebuah bandar di pantai barat Sumatera.

Kerajaan Pannai

Armada Cola menyerang kerajaan Pannai setelah menyerang Sriwijaya yang umumnya dianggap terletak di pantai timur Sumatera. Semua sarjana sepakat mengakui Padang Lawas di Tapanuli Selatan adalah bagian atau pusat kerajaan Pannai. Padang Lawas lebih dekat ke pantai timur, tetapi jalan-jalan yang menuju ke pantai barat lebih dekat dan banyak.

Sungai yang berasal dari Pannai, sungai Barumun, bermuara di pantai timur. Sibolga lebih dekat letaknya dari Padang Lawas, adalah sebuah bandar kuno. Nama Sibolga, mirip dengan Sriboga atau Sri Boja. Armada Cola berlayar dalam kelompok yang terpisah-pisah menyerang bandar Sriwijaya di Samudra Hindia. Pada abad ke-16, Tome Pieres dalam bukunya menyebutkan perdagangan ramai terjadi antara Barus, Tiku dan daerah Minangkabau.

Masa Terakhir Adityawarman

Adityawarman bertakhta di Minangkabau antara tahun 1347sampai tahum 1347. Dalam tahu terakhir hidupnya, ia mendapat saingan dan bersengketa dengan tetangganya, raja Darmasraya, dekat Siguntur, di hulu Batang hari. Sebelumnya, daerah ini termasuk wilayah kekuasaannya.

Dinasti Sung dan dinasti Ming dari Cina menyebut nama Sriwijaya dengan San fo tsi. Dinasti Yuan tidak pernah memakai nama itu, tetapi menyebut Malayu yang pernah mengirim dua orang utusan yang beragama Islam ke Cina, Sulayman dan Syamsuddin.

Dinasti Ming, yang berkuasa sesudah dinasti Yuan jatuh, mengatakan pada tahun 1368 ada tiga orang raja yang berkuasa di Sumatera, yaitu Maharaja Palembang. Darmasraya dan Sang Adityawarman. Pada tahun 1347, ada sebuah misi yang berangkat ke Cina disusul kemudian oleh misi yang dikirim oleh Adityawarman setahun kemudian.

Pada tahun 1377, Maharaja Darmasraya digantikan putranya. Dalam naskah disebutkan:

"Pada tahun1377,raja yang bernama Manacawuli, putra San fo tsi, mengirim duta memberi tahukan ayahnya meninggal dunia. Ia meminta kaizar Cina agar memberi segel yang merupakan lambang pengakuan bahwa ia menaiki takhta kerajaan. Kaizar Han-wu dari dinasti Ming mengirim seorang duta ke Tembesi membawa sebuah segel untuk ahli waris Manacawuli atau Sri Maharaja Mauliwarmadewa. Ketika dalam perjalanan laut, rombongan ini dicegat dan ditahan tentara Jawa."

Sriwijaya merasa terpukul karena membantu raja Darmasraya yang terletak di hulu Jambi. Adityawarman menganggap tindakan kerabatnya di Darmasraya sebagai pengkhianatan. Pertama, memberontak, dan kedua, meminta bantuan Cina untuk mengakuinya sebagai pewaris kerajaan Sriwijaya yang dianggap sudah lenyap.

Jambi lepas dari kekuasaan Adityawarman yang berarti kehilangan jalan ke pantai timur, meskipun masih dapat melalui daerah Riau. Kerajaannya telah terpisah dua Minangkabau dan Darmasraya-Jambi.

Pada tahun 1377, Adityawarman sudah tua sekali berumur lebih 80 tahun. Ia dilahirkan sekitar tahun 1294. Pada saat itulah ia melakukan upacara pembebasan diri menurut ajaran Budha di Suruaso. Putranya, Ananggawarman, dinobatkannya dalam satu upacara hewajra, dalam mempersiapkan diri menjadi Maharajadiraja, pengganti ayahnya Adityawarman. Malah ia berusaha mempersatukan kembali kedua kerajaannya yang terpisah Minangkabau dan Darmasraya. Upacara hewajra disebut dalam prasasti Pagaruyung II. Masa kekuasaannya telah berlalu setelah terjadi peristiwa dengan utusan Cina. Orang Cina menyebut daerah Jambi dengan Ku Kang yang berarti Muara lama.

Adityawarman, seorang raja besar terakhir yang berkuasa di Sumatera bagian tengah, suatu daerah yang selama berabad-abad menjadi wilayah kekuasaan Melayu, saingan terberat bagi kerajaan Sriwijaya. Sinar Islam mulai muncul di Sumatera.

(Terjemahan: H. Sjafnir Aboe Nain)